Agunk Bangli menerima pembuatan website. hubungi lewat email : rama_agunk@yahoo.com

Sabtu, 19 Desember 2009

Barong Landung





Barong Landung adalah pralingga, sekaligus perisai bagi desa-desa yang terancam kegeringan. Bahkan di banyak tempat,Barong Landung dipuja sebagai simbol sejarah yang sangat kelam di masa lalu. Kisah yang bersumber ketika Sri Jaya Pangus, raja Bali dari dinasti Warmadewa, kerajaannya berpusat di Panarojan, tiga kilometer di sebelah utara Kintamani. Sri Jaya Pangus dituduh telah melanggar adat yang sangat ditabukan saat itu, yakni telah dengan berani mengawini putri Cina yang elok bernama Kang Cing Wei. Meski tidak mendapatkan berkat dari pendeta kerajaan, Mpu Siwa Gama, sang raja tetap ngotot tidak mau mundur. Akibatnya, sang pendeta marah, lalu menciptakan hujan terus menerus, hingga seluruh kerajaan tenggelam.

Dengan berat hati sang raja memindahkan kerajaannya ke tempat lain, kini dikenal dengan nama Balingkang (Bali + Kang), dan raja kemudian dijuluki oleh rakyatnya sebagai Dalem Balingkang. Sayang, karena lama mereka tidak mempunyai keturunan, raja pun pergi ke Gunung Batur, memohon kepada dewa di sana agar dianugerahi anak. Namun celakanya, dalam perjalanannya ia bertemu dengan Dewi Danu yang jelita. Ia pun terpikat, kawin, dan melahirkan seorang anak lelaki yang sangat kesohor hingga kini, Maya Danawa.

Sementara itu, Kang Cing Wei yang lama menunggu suaminya pulang, mulai gelisah, Ia bertekad menyusul ke Gunung Batur. Namun di sana, di tengah hutan belantara yang menawan, iapun terkejut manakala menemukan suaminya telah menjadi milik Dewi Danu.Ketiganya lalu terlibat pertengkaran sengit.

Dewi Danu dengan marah berapi-api menuduh sang raja telah membohongi dirinya dengan mengaku sebelumnya sebagai perjaka.Dengan kekuatan gaibnya, Dalem Balingkang dan Kang Cing Wei dilenyapkan dari muka bumi ini. Oleh rakyat yang mencintainya, kedua suami istri -- Dalem Balingkang dan Kang Cing Wei -- itu lalu dibuatkan patung yang dikenal dengan nama Stasura dan Bhati Mandul. Patung inilah kemudian berkembang menjadi Barong Landung.

Barong Landung bukanlah sekadar penghias pura, iaadalah duwe dengan segala perwujudannya yang sangat keramat. Ia dibuat pada dewasa ayu kilang-kilung, dari kayu bertuah seperti pule, jaran, waruh teluh, kepah, kapas, dan "dihidupkan" dengan ritual prayascita serta di-plaspas untuk menghapuskan papa klesa secara sekala niskala. Di sini, ia pun diberi pedagingan berupa perak, emas, dan tembaga, juga pudi mirah (sejenis permata) yang dipasangkan di ubun-ubun lengkap dengan rerajahan-nya -- ang, ung, dan mang.

Setelah seluruh bagian tubuhnya disatukan dalam upakara masupati yang dipermaklumkan oleh sulinggih, pemangku, maupun sangging ke hadapan Dewa Surya, Siwa, dan Sapu Jagat, Barong Landung lalu dibawa ke tengah kuburan. Di situ, di tengah kegelapan malam kajeng kliwon, pemundut harus duduk di atas tiga tengkorak manusia sambil meneguhkan hatinya untuk menerima ritual yang paling mengguncangkan, yaitu masuci dan ngerehin.

Biasanya, jika Barong Landung ini sudah kalinggihin, akanada pertanda jatuhnya kilatan cahaya gaib ke tubuh pemundut hingga ia kesurupan, dan Barong Landung pun menjadi terguncang-guncang tanpa kendali. Jika hal ini terjadi, maka Barong Landung telah dianggap "hidup" dan pantas diberi gelar Jro Gde untuk barong laki-lakinya dan Jro Luh untuk wanitanya.

Jro Gde memiliki tubuh hitam, rambut lurus lebat, mata sipit, gigi jongos, dan memakai keris. Sedangkan Jro Luh bertubuh ramping, putih seperti layaknya wanita Cina, dan memakai kebaya Cina. Kedua tangan kiri barong ini ditekuk ke pinggang, yang oleh pengamat kebatinan diyakini sebagai sikap pengendalian diri, mengingat kiri sama artinya dengan pengiwa. Lawan pengiwa adalah penengen, tangan kanan, yang sengaja dibuat lurus sebagaimana jalan kebenaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

www.fadlie.web.id
 
Agunk Bangli menerima pembuatan website. hubungi lewat email : rama_agunk@yahoo.com