Agunk Bangli menerima pembuatan website. hubungi lewat email : rama_agunk@yahoo.com

Kamis, 22 Oktober 2009

Ogoh-ogoh

















Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu dharma, Bhuta Kalamerepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.

Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan; biasanya dalam wujud Raksasa.

Selain wujud Rakshasa, Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Surga dan Naraka, seperti naga, gajah, garuda, Widyadari, bahkan dewa. Dalam perkembangannya, ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau tokoh agama bahkan penjahat. Terkait hal ini, ada pula yang berbau politik atau SARA walaupun sebetulnya hal ini menyimpang dari prinsip dasar Ogoh-ogoh. Contohnya Ogoh-ogoh yang menggambarkan seorang teroris.

Dalam fungsi utamanya, Ogoh-ogoh sebagai representasi Bhuta Kala, dibuat menjelang Hari Nyepi dan diarak beramai-ramai keliling desa pada senja hari Pangrupukan, sehari sebelum Hari Nyepi.

Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia.

Rabu, 21 Oktober 2009

Omed-omedan











Omed-omedan atau juga disebut Med-medan rutin digelar setiap tahun, sehari setelah hari raya Nyepi atau yang disebut sebagai hari Ngembak Geni. Konon, acara ini sudah diwariskan sejak tahun 1900-an dan hanya bisa ditemukan di Banjar Sesetan. Warga setempat meyakini, bila acara ini tak diselenggarakan, dalam satu tahun mendatang berkah Sang Dewata sulit diharapkan dan berbagai peristiwa buruk akan datang menimpa.

“Pernah pada 1970-an ditiadakan, tiba-tiba di pelataran Pura terjadi perkelahian dua ekor babi. Mereka terluka dan berdarah-darah, lalu menghilang begitu saja,” kata Pasek Nyoman Adnyana, Kelian Adat Banjar Kaja. Peristiwa itu dianggap sebagai pertanda buruk bagi semua warga Banjar.

Pada Senin (22/3) sore lalu, setelah perayaan Nyepi yang jatuh pada Minggu (21/3), omed-omedan kembali dilangsungkan. Pesertanya puluhan anggota Sekaha Teruna-teruni (perkumpulan pemuda pemudi) Satya Dharma Kerthi Banjar Kaja Sesetan. Acara diawali dengan persembahyangan bersama, dan dilanjutkan pementasan tarian barong bangkal (barong berkepala babi) sampai penarinya kesurupan–tanda bahwa acara ini mendapat izin dari Ida Bathara yang berstana (bersemayam) di Pura Banjar.

Setelah itu, Sekaha Teruna-teruni dibagi dalam dua kelompok. Sekaha Teruna (laki-laki) berdiri di satu sisi, dan anggota Sekaha Teruni (perempuan) berada di sisi lain. Setiap kelompok terdiri dari sekitar 30 remaja. Keduanya terpisah jarak sekitar 100 meter.

Sejumlah petugas adat yang ditunjuk untuk mengatur acara meniup sempritan. Segera kemudian kedua kelompok saling berlari ke arah lawannya. Masing-masing mendorong seorang remaja yang diberi kesempatan pertama untuk saling berciuman, untuk kemudian ditarik secepat mungkin.

Menurut Pasek, acara itu tak memiliki makna khusus. “Memang awalnya hanya untuk keakraban dan bersenang-senang,” ia menjelaskan. Namun, tak urung, karena berbagai cerita turun-temurun yang mengiringinya, suasana sakral menjadi sangat kuat. Salah satunya adalah kisah tentang kesembuhan seorang raja dari Puri Oka, bernama AA Made Raka, setelah ia menyaksikan omed-omedan. Padahal, sebelumnya ia datang ke lokasi acara dengan maksud hendak melarangnya, sebab dianggap sebagai biang keributan.

Tidak ada persyaratan tertentu untuk menjadi peserta acara itu. Siapa pun boleh ikut, asal merupakan anggota Sekaha Teruna-teruni di Banjar Kaja. Kekecualiannya cuma satu: remaja putri yang sedang datang bulan tak boleh ikut serta, untuk menjaga kesucian acara.

Bagi para peserta, tradisi ini tampaknya seperti menjadi ajang bersenang-senang. “Setelah seharian dalam suasana sepi, kita jadi lebih bersemangat,” kata Novita Sari, 17 tahun, yang mengaku tak malu berciuman di tengah orang ramai. Menurut dia, acara yang sudah dua kali diikutinya itu membuat tali persahabatan di antara para remaja di banjar menjadi semakin erat.

Lebih lagi, masih kata pelajar kelas 2 SMU ini, omed-omedan juga merupakan ajang yang tepat untuk mencari jodoh. Diam-diam ternyata mereka bisa meminta agar lawan yang akan dicium adalah “si dia” yang lagi dilirik. Jadi, baru kalau pesanan itu terpenuhi, adegan ciuman akan benar-benar berlangsung. Bila tidak, biasanya salah satu akan berusaha menghindar, meski terus dipaksa oleh kelompoknya.

www.fadlie.web.id
 
Agunk Bangli menerima pembuatan website. hubungi lewat email : rama_agunk@yahoo.com